Muaraku –Part 1

“Eh, apa ini?” kulihat kertas yang terlipat rapih namun tetap terlihat usang itu.

Dear Rere,

Seperti yang kamu tahu, aku pun juga tahu. Pada tanggal 01 agustus ini adalah hari ulang tahunmu… Hehe. Happy Birthday, Re… Semoga panjang umur serta disehatkan jasmani dan rohani. Mudah-mudahan kita masih bisa bertemu lagi di Bandung… Misalkan ternyata tidak, kita jangan sampai lost contact ya 😥 

Dan maaf, aku cuma bisa sekedar ngasih kado ini buat kamu. Tolong simpan baik-baik ya, Re. Seandainya nanti kita berpisah dan bertemu lagi, cuma kamu dan kado ini yang bisa buat aku tersenyum 🙂

Andre.

Aku tertawa kecil membacanya, tulisan kekanak-kanakan seperti ini kenapa pernah membuat ku begitu berbunga-bunga ya dulu? Memang ya, masa muda itu selalu membingungkan. Selama beberapa menit kupandangi kertas itu sambil menyeruput secangkir kopi ditanganku.

“Gawat! Sudah jam delapan?!” teriakku kaget saat tak sengaja melihat jam yang bertengger di pergelangan tanganku. Jadwal hari ini adalah bertemu kilen pukul 08:30 di La Piazza, kelapa gading, Sedangkan rumahku? Berada jauh di Pasar minggu. Tanpa jeda aku langsung mengambil tas dan bergegas mencari taxi. Terlihat bacaan vacant pada mobil sedan biru yang berjalan menuju kearahku, dengan reflek telunjuk kananku terangkat memanggil mobil itu. “Maaf, saya duluan ya.” ucap seorang laki-laki dengan nada seenaknya tanpa memalingkan wajah dan langsung membuka pintu taksi yang baru saja kuberhentikan, duh apa-apaan ini aku buru-buru tahu!, pikirku.

“Maaf pak, tapi saya sedang terburu-buru. Bapak cari saja taxi lain.” dengan sesopan mungkin aku tersenyum kepadanya dan setelah melihat wajahnya… Aku kenal sosok itu, sangat kenal. “Rere?”  Lelaki itu akhirnya menunjukkan wajahnya dengan sedikit kaget. Begitupun dengan aku, terjadi hening sekitar satu menit setelah akhirnya alam sadar kami kembali. Apakah ini kebetulan?

[Flashback]

“Maaf, tapi sepertinya kita lebih baik temenan lagi aja gimana, Re?” ucap Andre sore itu didepan rumahku.

“Kenapa? Salah aku apa emangnya? Apa ada yang lain?” Aku bertanya. Rasanya mata ini mau pecah menahan air yang ingin keluar. Rasanya mulut ini mau berbuih mengeluarkan kata-kata kasar. Rasanya otak ini mau meledak menahan pertanyaan yang timbul begitu banyak dengan tiba-tiba.

“Engga kok, kamu gak salah apa-apa. Aku cuma mau bebas aja di Bandung nanti. Mau fokus kuliah.” Dia beralasan. Sungguh tak mampu membalas lebih, ku menganggukan kepala.

Tiga minggu lagi Andre pindah ke Kota Kembang itu dan ini sudah dua bulan sejak kami – atau lebih tepatnya dia –  memutuskan untuk tidak lagi menjalin hubungan lebih. Tanpa komunikasi, tanpa tegur sapa, tanpa bertemu. Benar-benar dilanda kesepian yang amat sangat aku kala itu, tapi seperti biasa ego mengalahkan semuanya. Takkan mau aku bertemu sebelum Ia yang memintanya duluan dan akhirnya itu menjadi sebuah kebiasaan dan aku memang mulai terbiasa hidup tanpa sosok dia yang dulunya selalu ada dari pagi-hingga sore, dari senin-minggu didepan mataku.

“Reeeeeee, nanti siang jalan yuk? Gue traktir deh!” sms Lily membuat ku terbangun dari lamunan masa laluku. Lily adalah sahabat terdekatku, ya bisa dibilang tempat sampah pribadikulah. Dia bagai pacar tanpa status bagiku, ajaib memang.

“Ly!!! Hehehe udah nunggu lama ya?” teriakku sambil memukul kecil pundak sahabatku yang satu ini.

“Iya, lo lama banget sih! Udah sana pesen minum dulu… Kayaknya capek banget ya lo?” sahut Lily sambil memperhatikan wajahku.

“Ah enggak kok gara-gara kepanasan aja nih! Makin gila ya jakarta lama-lama!” 

“Mau adem? Pindah ke Bandung ajaaaaa….” 

“Jangan mulai ya, Ly!”

Siang ini aku ada interview di sebuah perusahaan perminyakan didaerah Sudirman. Ya, memang aku belum mempunyai pekerjaan seperti teman-temanku yang lain karna sifatku yang terlalu pemilih. Terlebih aku juga tidak berniat untuk melanjutkan kuliahku dulu. Maklum, aku tak mau membebani orang tua dengan biaya kuliah yang sekarang makin mahal. Bertemu dengan interviewer yang sangat ramah & supel adalah kesukaanku karna itu berarti aku tidak harus merasa kaku atas setiap pertanyaan yang diutarakan. Sudahlah, aku yakin lolos interview kali ini, pikirku. Benar saja, tiga hari setelahnya aku dikabarkan lolos dan sudah mulai bekerja senin depan.

“Selamat pagi, saya Rere karyawan baru dibagian ini. Harap bimbinganya, terima kasih.” ujarku didepan delapan sosok manusia berpakaian formal, ada yang tersenyum, ada yang mengacuhkan suaraku dan tetap mengarahkan matanya pada komputernya, ada yang menyahutiku dengan candaan kecil.

“Selamat bergabung Rere, saya Reza manajer di divisi ini. Meja kerja kamu di ujung sana ya, kalau butuh apa-apa bisa ke ruangan saya aja buat tanya-tanya… Jobdesk kamu hari ini udah ada di meja kamu, jadi tinggal di babat aja… Tp santai aja, gausah terburu-buru, masih first day ini, oke?” Ujar atasanku dengan tatapan yang sangat ramah. Senyumannya itu lho, bikin meleleh banget!

Tak disangka aku mendapatkan tempat kerja yang nyaman seperti ini, sampai-sampai tak terasa sudah setahun lebih aku mengabdi pada perusahaan ini. Hubunganku dengan rekan kerjaku juga selalu baik, memang terasa senioritas diawal tapi sebenarnya mereka baik. Begitu juga dengan Mas Reza, manajerku. Kita memang nyambung satu sama lain, bisa dibilang, bener-bener nyambung. Berawal dari makan sop kaki di warung pinggir jalan sampe nonton java jazz bareng. Apa yang aku suka, pasti dia juga suka. Pembicaraan dan jalan fikiran kita juga selalu satu arah. Lily juga udah kenal banget sama dia. Kenyamanan ini yang membuatku akhirnya membeberkan pengalaman cinta monyetku jaman sma itu. Dia bilang, “Save it in your mind, but get over it from your heart. Thats the point.” Seratus buat Mas Reza.

“Re, kalo dipikir-pikir ya.. Lo gada rasa sama sekali gitu sama Mas Reza?” Lily bertanya asal dikamarku.

“Apadeh, Ly? Ya enggalah, ada-ada aja lo.” Aku yang tak begitu mengacuhkan pertanyaanya terus saja tertuju pada setumpuk pekerjaan dilaptopku.

“Duh, padahal kalian kan udah deket banget gitu… Mungkin aja dia yang suka sama lo! Lagian lo gak aneh apa ada atasan yang sebegitu deketnya sama karyawanya? Ngeluangin banyak waktu cuma buat nemenin karyawanya yang lagi kepengen bgt minum milkshake di sisi jakarta yang jelas-jelas banget jauh dari rumahnya dan gapenting juga gitu.”  Lily lanjut dengan ocehannya.

“Ly, dia emang orangnya gitu. Tipe orang yang Friends are precious bgt, kalo udah punya sahabat deket ya diabakal treat baik banget dan kita emang udah sahabatan bgt. Tapi gacuma gue kok, Mba Otty dari divisi lain juga ada tuh temen deketnya kadang kita suka jalan bertiga…” Aku mulai merasa geregetan dengan Lily yang masih ngotot dengan pertanyaanya yang tidak masuk akal itu.

“Yah, lo mah emang gapernah peka ye? Pantes aja dulu juga gapernah sadar kalo lo dijahatin Andre. Sekarang juga malah gak sadar sama cinta didepan mata? Reeeeee please think more of it dulu deeeeeeh… Janggal taugak.” Lily seketika membalikan mukaku mengahadap ke mukanya.

“Ish, apasih Ly. Iyaiyaaaa gue pikirin lagi nanti. Udah ah, gue mau selesein laporan niiiiiiiiiiiiiih…” Aku mencoba mengakhiri percakapan ini.

***

Semua berjalan seperti biasanya, tak ada yang begitu spesial sampai suatu siang aku diberi project oleh Mas Didit, Manajer divisi sebelah untuk survey lapangan ke kalimantan bersama Mas Reza. Baru kali ini kami mendapatkan project yang sama seperti ini. Baguslah, pikirku. Mengetahui betul bagaimana watak partner kerjamu salah satu pengurang beban kerjamu, ya kan?

Hari itu pun tiba, diberitahukan penerbangan menuju kalimantan akan take off jam 4 sore. Aku baru saja sampai bandara ketika jam menunjukkan pukul 3:55 dan sudah terlihat Mas Reza dengan perawakanya yang selalu rapi dan formal sedang duduk sambil menyeruput secangkir kopi ditangannya. Langsung aku berlari menuju ke mejanya dengan terburu-buru, walau bersahabat baik, aku tau dia tidak pernah mengampuni orang lain masalah keterlambatan waktu.

“Mas Rezaaaaa, maaf aku telat. Aku ketiduran tadi ,maaf banget mas. Ayukdeh sekarang jalan… bentar lg take off kan?” Aku berbicara tanpa henti.

“Duduk dulu aja, minum dulu nih…” Jawab Mas Reza santai, dia bahkan sudah memesankan minuman untukku. Greentea blend, sesuai kesukaanku.

“Udah yuk jalan cepet, Mas Reza kenapa nyantai bgt sih. Tumben bgt, ayuk ah udah lanjut minum kopinya nanti aja di pesawat.” Ocehanku berlanjut setelah sekali menengguk minumanku.

“Pesawatnya Delay. Kita take off jam 7 malem.” 

“Delay??? Haaaaah, mau ngapain kita disini sampe jam 7? Mas Reza kenapa gak bilang daritadi, sih?” 

“Ya kamu lagian, dateng lari-lari terus langsung ngoceh gitu aja… Disuruh minum aja ampe cuma ditempelin kali bibirnya sama cangkir gak ditelen…” 

“Yakan kirain aku telat… Terus gimana dong nih kita?” 

“Apanya yang gimana?”

“Kita ngapain sampe jam tujuh?”

“Ikut aku yuk.”

Seketika aku dibawa ke tempat yang aku pun tidak tahu apa, pokoknya didalamnya seperti balkon yang mengarah ke lapangan landas pesawat. Biasa saja, sih. Cuma agak berisik saja, karna banyak pesawat yang lepas landas dan landing. Disitu, kita bisa delivery makanan juga ternyata. Mingkin ini semacam private waiting room, pikirku. Seperti biasa, tak perlu pergi ketempat asik kita pasti bisa menimbulkan rasa asik kita sendiri. Cuma bermodalkan game fruit ninja dari ipad Mas Reza, kita bisa seseruan dan membicarakan banyak hal sampai tak terasa, ternyata matahari sudah mulai turun dan terlihat pemandangan langit senja yang begitu indah dari balkon ini.

“Indah ya, Re?” Tanya Mas Reza

“Iya, Mas Reza tahu aja tempat kayak gini… Jarang-jarang lho. Di bandara pula hahaha.”

“Begini, Re… Aku bawa kamu kesini karna aku mau bicara sesuatu. Kita kan udah deket lama, aku care sama kamu dan kamu pun juga gitu… Mau gak kita bikin perhatian kita ini lebih berarti dengan ngejalin hubungan lebih gitu?” Ucap Mas Reza tiba-tiba memunculkan pertanyaan yang membuatku sakit kepalaku.

“Uhm… Maksut Mas Reza apa ya? Aku gangerti…” Jangan bilang ucapan Lily waktu itu jadi kenyataan…

“Would you be my girlfriend?” Tanyanya telak.

“Mas, udah jam 7 kurang sepuluh… Kayaknya lebih baik kita masuk ke pesawat. Aku jalan duluan ya.” Alihku seketika berjalan meninggalkan balkon itu.

–To be continued.

Pengharapan

Halo sebelumnya, ini first post gue. Singkat kata, mohon kesetiaanya membaca rangkaian kata-kata buatan gue yang kadang aneh ha-ha enjoy!

Kembali ke judul post diatas, Pengharapan.

Diakhir bulan september yang agak sangat menyedihkan ini gue merasa perlu membuat banyak pengharapan.. Well, karna menurut gue itu awal dari sebuah perubahan. Tapi itu hanya opini, ya, hanya opini dan jeleknya, opini tidak selalu mengandung fakta tapi tidak ada salahnya buat dicoba,kan?

Pengharapan kali ini gue awali dengan bagaimana gue menyikapi segala sesuatu yang gue hadapi. Masalah percintaan, kehidupan, dan pekerjaan. Gue, yang notabene masih begitu ‘kecil’ baik dalam umur dan kedewasaan sangat butuh perubahan apalagi disaat gue masuk kedalam lingkungan yang sungguh berbeda jauh dari sifat gue, lingkungan yang begitu dipenuhi oleh orang-orang dewasa.

Gak dipungkiri, sering kali gue menjadi sosok yang paling lemot dan gak ngerti sama obrolan mereka. Tidak sekreatif dan inovativ mereka. Gue memang beruntung karna mereka selalu mengerti kalau gue udah mulai gak ngerti dan gabisa ngikutin, tapi tetep aja it feels like… Bel, y u so different? Errgh.. seriously, banyak kok yang mencoba berkecimpung didunia orang dewasa dengan umur mereka yg masih minim dan it works! mereka sukses-sukses aja. So, why cant i be one of them? *cry*

Nah dari pergulatan emosi gue disitu munculah pengharapan, harapan gue supaya bisa jadi manusia yang lebih speak up, yang lebih berani buat ngutarain apa yang ada diotak gue, yang lebih berfikir kedepan tanpa perlu ngelakuin hal-hal ceroboh & bodoh kayak biasanya, yang gak malu lagi buat ngebuktiin bahwa ‘gue bisa loh’ ‘gue tuh ada disini’, lebih jadi anak yang pecicilan proactive tanya sana-sini&gak diem diem lagi… tapi teteeeeeep… its all just wishes.

Sekarang masalahnya tinggal gimana caranya gue buat jadi nyata harapan-harapan itu? Gimana caranya buat memulai perubahan? Apa apa aja yang harus gue lakuin terlebih dahulu? Hahhhh. I didnt even know yet. Bodoh ya? iya bodoh banget. Gue berasa jadi bingung sendiri. Hmmm, kadang rasanya pengen banget punya temen deket yang lebih dewasa dan bener-bener sabar mau ngemong gue kearah yang lebih baik. Yang ngasih tau kalau gue tuh salah begini, lebih baik begini… But i just havent meet one yet, hope soon. 

Ditempat kerja gue sekarang, di salah satu perusahaan telekomunikasi di jakarta. Adalah tempat yang gue harap bisa belajar amat sangat banyak disini. Walaupun sampe sekarang gue masih belum begitu menemukan excited feeling-nya dimana dan belum bisa nguasain jobdesknya semua tapi gue yakin sejalanya waktu pasti bisa kok, terlebih lagi temen-temen satu batch yang serunya bukan main dan saling nyupport. Bener-bener mohon bimbingannya sama temen-temen Batch713 dan pak trainner kita, Mas Nikko :”)

Udah deh ya, ngarep-ngarep timenya hehehehe mudah-mudahan aja bisa cepet take action! dan makes nothing into something gitukan yaaaa… Sekarang fokus! Belajar yang beneeeeeeeeeeeeer training tinggal beberapa minggu lg btw! Fighting!!!

–Everything starts from dream.

XOXO